28 Juni 2022 - 03:19 WIB | Dibaca : 439 kali

Jerit Petani Dibalik Anjloknya Harga Sawit, Siapa Biang Keroknya?

Laporan : Agustina
Editor : Noviani Dwi Putri

"Seharusnya dengan harga CPO saat ini harga TBS petani sawit swadaya di tingkat petani sawit sudah di atas rata-rata Rp2.500 per kg," (Kepada Bidang organisasi dan Anggota SPKS, Sabarudin)

SWARAID, BANYUASIN: Petani sawit di Kecamatan Sumber Marga Telang Kabupaten Banyuasin mengeluhkan anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit.

Dijumpai di lapangan, Triwah (31) mengaku kecewa meski tidak bisa berbuat apa-apa.

“Cuma Rp 800 (per kg TBS), padahal kita tau sampai sekarang harga minyak juga masih mahal dan setau kami izin ekspor juga sudah dibuka lagi. Tidak tau lagi dimana persoalannya kok malah makin anjlok,” keluh petani sawit di Sumber Marga Telang ini.

“Kami minta kebijakan dari pihak terkait, bagaimana upaya yang bisa dibuat untuk mendongkrak lagi harga supaya kembali normal. Kalau memang ada praktik mafia, kami harap bisa dibereskan.” Harapnya.

Sementara Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) merilis, harga TBS merupakan akibat efek domino pelarangan ekspor CPO dan turunannya pada 28 April-22 Mei 2022 turun ke bawah Rp1.000 per kg.

Per 26 Juni 2022, harga TBS di 10 provinsi wilayah anggota SPKS berkisar Rp500-1.070 per kg.

Kepada Bidang organisasi dan Anggota SPKS, Sabarudin mengatakan, harga TBS petani sawit swadaya seluruh Indonesia dalam sepekan terakhir turun Rp100-200 per kg setiap hari.

“Saat ini hitungan kami di SPKS petani mengalami kerugian sekitar Rp1.500.000 – 2.000.000 per ha per bulan. Sementara untuk kerugian petani sawit swadaya seluruh Indonesia dari bulan April-Juni ini sudah ada sekitar Rp50 triliun,” kata Sabarudin dalam keterangan pers di situs SPKS.

“Seharusnya dengan harga CPO saat ini harga TBS petani sawit swadaya di tingkat petani sawit sudah di atas rata-rata Rp2.500 per kg,” lanjut dia.

Baca Juga :  Sepanjang Tahun 2021, APBN Defisit Mencapai Rp783 Triliun Lebih

Lebih lanjut Sabarudin mengatakan, beberapa petani sawit swadaya juga kesulitan menjual TSB karena perusahaan membatasi pembelian, bahkan tutup. Dengan alasan tangki penuh karena kesulitan ekspor.

“Kebijakan untuk menormalkan harga minyak goreng telah merugikan petani sawit swadaya seluruh Indonesia. Kami minta pemerintah sekarang mempercepat ekspor CPO, dipermudah agar harga TBS bisa cepat normal. Juga perlu dimaksimalkan pengawasan di pabrik-pabrik kelapa sawit yang beralasan tangkinya penuh supaya petani tidak menjadi korban,” kata Sabarudin.

Stok Melimpah

Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menunjukkan ekspor minyak sawit nasional pada April 2022 turun jadi 2,089 juta dibandingkan April 2021 yang mencapai 2,636 juta ton. Meski sedikit baik dibandingkan Maret 2022 yang tercatat 2,018 juta ton.

Dengan stok awal April 2022 sebesar 5,683 juta ton, ditambah produksi (CPO dan CPKO) bulan April 2022 mencapai 4,255 juta ton, lalu ditambah impor 5 ton, maka stok akhir bulan April 2022 adalah 6,103 juta ton. Dimana total konsumsi lokal hanya 1,752 juta ton.

Angka stok akhir April itu melonjak dibandingkan Maret 2022 yang 5,683 juta ton dan 3,269 juta ton di April 2021. Angka stok ini adalah tertinggi, setidaknya sejak 6 tahun terakhir.

Berikut posisi stok minyak sawit Indonesia menurut Gapki:

Tahun 2016
produksi: 35,57 juta ton
ekspor: 26,57 juta ton
stok: 3,75 juta ton

Baca Juga :  ISPO ; Upaya Meningkatkan Daya Saing Minyak Sawit Indonesia di Pasar Dunia

Tahun 2017
produksi: 41,98 juta ton
ekspor: 32,18 juta ton
stok: 4,02

Tahun 2018
produksi: 47,38 juta ton
ekspor: 34,71 juta ton
stok: 3,26 juta ton

Tahun 2019
produksi: 51,82 juta ton
ekspor: 36,17 juta ton
stok: 4,59 juta ton

Tahun 2020
produksi: 51,57 juta ton
ekspor: 34,00 juta ton
stok: 4,86 juta ton

Tahun 2021
produksi: 51,3 juta ton
ekspor: 34,23 juta ton
stok: 3,57 juta ton

Tahun 2022 (per April 2022)
produksi: 16,46 juta ton
eskpor: 8,38 juta ton
stok: 6,10 juta ton.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Institute (PASPI) Tungkot Sipayung meminta pemerintah harus segera menghapus kebijakan DMO dan DPO yang dinilai sebagai biang kerok persoalan minyak sawit hingga saat ini.

“Hitungannya, setiap bulan produksi minyak sawit itu sekitar 4 juta ton, ekspor 3 juta ton. Lalu stok akhir akan sekitar 2-3 juta ton. Itu kondisi alamiahnya. Tapi, karena ada DMO dan DPO, apalagi dengan rasio 1:5, dimana DMO 300 ribuan ton, berarti yang bisa diekspor adalah 1,5 jutaan ton. Artinya, ada akumulasi penumpukan di tangki CPO. Kepenuhan, PKS pun mengurangi pembelian TBS, akhirnya petani nggak lagi mau panen,” jelas Tungkot.

Tungkot mengaku, menerima keluhan petani sawit di Riau, Aceh, hingga Kalimantan. Yang memutuskan akan berhenti memanen TBS karena anjloknya harga. Juga, karena sudah ditolak oleh PKS yang tangki CPO-nya kepenuhan.

Baca Juga :  Gubernur Sumsel dan Bupati Banyuasin Panen Raya di Desa Telang Jaya, Muara Telang

“Itu nyata terjadi dan masuk akal. Benar-benar terjadi. Makanya ini kondisinya darurat. Kalau perusahaan yang besar-besar tentu masih tenang, dia menyelamatkan PKS-nya sendiri. Menyelamatkan TBS-nya sendiri. Nggak terima lagi TBS pihak ketiga. Jadi, korban kebijakan pemerintah ini, DMO dan DPO ini adalah petani,” kata Tungkot.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat ME Manurung mengungkapkan, ada ratusan pabrik kelapa sawit yang saat ini buka tutup operasional.

“Hasil rapat APKASINDO (21/6) diketahui dari 1.118 unit pabrik sawit diperkirakan 58 pabrik tutup total beroperasi, sedangkan 114 unit pabrik sawit buka tutup. Apakah ini juga karena harga CPO global lagi turun?,” tukas Gulat.

“Itu nyata terjadi dan masuk akal. Benar-benar terjadi. Makanya ini kondisinya darurat. Kalau perusahaan yang besar-besar tentu masih tenang, dia menyelamatkan PKS-nya sendiri. Menyelamatkan TBS-nya sendiri. Nggak terima lagi TBS pihak ketiga. Jadi, korban kebijakan pemerintah ini, DMO dan DPO ini adalah petani,” kata Tungkot.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat ME Manurung mengungkapkan, ada ratusan pabrik kelapa sawit yang saat ini buka tutup operasional.

“Hasil rapat APKASINDO (21/6) diketahui dari 1.118 unit pabrik sawit diperkirakan 58 pabrik tutup total beroperasi, sedangkan 114 unit pabrik sawit buka tutup. Apakah ini juga karena harga CPO global lagi turun?,” tukas Gulat.

Komentar