Swara.id | Musi Banyuasin – Pembangunan jalan tol yang menghubungkan Palembang, Sumatera Selatan, dengan Tempino, Jambi, kini menuai sorotan. Proyek yang dikerjakan oleh PT Wira Agung (WA) sebagai vendor PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI) diduga telah beroperasi selama beberapa bulan di Desa Bukit Jaya (C3), Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tanpa mengantongi izin resmi.
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa PT WA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan penting, seperti UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan), izin galian C, serta izin penimbunan dan pelintasan tanah milik PT Bara Mutiara Prima (BMP). Bahkan, material timbunan tanah untuk proyek ini diduga berasal dari sumber galian ilegal.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Muhron, Kapro PT Hutama Karya Infrastruktur, memberikan tanggapan singkat,
“Ya, nanti akan kami cek dulu.”
Sementara itu, Tedi Setiawan, Manager PT Wira Agung, mengakui bahwa perizinan masih dalam proses.
“Waduh. Izinnya belum keluar,” ujarnya.
Ketua Puja Kesuma Kabupaten Muba, Gianto Wicaksono mengecam keras aktivitas yang dilakukan tanpa legalitas tersebut.
“Perusahaan besar yang beroperasi tanpa izin sama saja mengangkangi pemerintah setempat. Aktivitas ini harus dihentikan sebelum seluruh izin terpenuhi,” tegasnya, Selasa (31/12/2024).
Gianto juga menyoroti potensi kerugian negara akibat ketiadaan retribusi resmi untuk galian C, yang seharusnya dikenakan tarif Rp4.500 per meter kubik.
“Jika benar tidak ada pembayaran retribusi, itu jelas merugikan negara dan dapat dikategorikan sebagai tindakan korupsi,” tambahnya.
Hal ini juga mendapat perhatian dari Ketua LSM Pemerhati dan Pemantau Pembangunan Daerah (P3D) Sumatera Selatan, Adi. Ia menyatakan akan membawa masalah ini ke DPRD Provinsi Sumsel untuk memastikan tindakan tegas terhadap perusahaan yang melanggar aturan.
Berdasarkan Pasal 158 dan/atau Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, setiap aktivitas penambangan tanpa izin dapat dijerat hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
Proyek besar seperti ini semestinya mematuhi aturan hukum yang berlaku. Jika terbukti melanggar, PT Wira Agung dan pihak terkait di proyek tersebut berpotensi menghadapi sanksi pidana maupun administratif yang berat.
Hingga berita ini diturunkan, aktivitas proyek masih berlangsung di Desa Bukit Jaya tanpa kejelasan lebih lanjut dari pihak perusahaan. Masyarakat dan pihak berwenang diminta terus mengawasi perkembangan kasus ini.
Komentar