4 Mei 2025 - 07:12 WIB | Dibaca : 1,838 kali

Hardiknas 2025, KMHDI Soroti Rencana Pemerintah Gonta Ganti Kurikulum

Laporan : Ferry
Editor : Noviani Dwi Putri

Swara.id | Jakarta – Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) menyoroti rencana pemerintah untuk mengganti Kurikulum Merdeka menjadi kurikulum Berdampak. Pergantian ini dianggap terlalu cepat dan tidak dilandasi dengan hasil evaluasi mendalam terhadap kurikulum sebelumnya.

Hal itu disampaikan KMHDI saat peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tahun 2025. Ketua Umum PP KMHDI Wayan Darmawan mengatakan bahwa perubahan kebijakan kurikulum yang terjadi dalam waktu singkat telah menimbulkan kebingungan di kalangan pendidik, siswa, dan orang tua.

Menurutnya, setiap pergantian kurikulum seharusnya didasari pada evaluasi yang matang dan waktu transisi yang cukup, bukan hanya karena perubahan kepemimpinan atau tren kebijakan.

“Kami menyoroti gonta-ganti kurikulum ini karena dampaknya nyata di lapangan. Guru dipaksa beradaptasi cepat tanpa pelatihan yang memadai, siswa kehilangan konsistensi dalam proses belajar, dan orang tua tidak lagi paham arah pendidikan anaknya,” ujar Darmawan, Jumat (2/5/2025).

KMHDI juga mempertanyakan esensi perubahan dari Kurikulum Merdeka ke Kurikulum Berdampak. Menurutnya, belum ada kajian terbuka yang menunjukkan evaluasi menyeluruh atas implementasi Kurikulum Merdeka sebelum pemerintah memutuskan menggantinya.

Baca Juga :  1 dari 9 Guru Besar UIN Raden Fatah Merupakan Kerabat Kesultanan Palembang Darussalam

Lebih jauh, Darmawan mengatakan implementasi kurikulum Merdeka sampai saat ini belum optimal. Ia mengatakan minimnya pelatihan guru membuat realisasi kurikulum merdeka belum optimal. Kini guru harus kembali menyesuaikan diri dengan kurikulum baru tanpa dukungan.

Di samping menyoroti rencana pemerintah mengganti kurikulum, KMHDI juga menyoroti fenomena kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi. Menurutnya kenaikan UKT ini sebagai simbol negara lepas tangan terhadap tanggung jawabnya mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah amanat konstitusi, jadi harus direalisasikan. Kenaikan UKT ini adalah bentuk negara abai terhadap tanggung jawabnya,” terangnya.

Darmawan mengatakan seharusnya UKT dapat ditekan oleh pemerintah guna memberikan akses seluas-luasnya bagi anak Indonesia untuk menempuh pendidikan.

Darmawan menjelaskan salah satu alasan kenapa tingkat partisipasi perguruan tinggi di Indonesia masih rendah ketimbang negara lain karena biy pendidikan tinggi sangat mahal.

Lebih jauh, Darmawan mengatakan ditengah kondisi ekonomi yang belum menentu ini, tingkat partisipasi perguruan tinggi bisa semakin rendah karena tidak semua keluarga mampu membiayai pendidikan.

Baca Juga :  Kemenag Buka 110.553 Formasi CASN 2024

Untuk itu, pihaknya mendorong pemerintah mulai bisa mengambil langkah untuk menurunkan UKT agar rasional dan bisa diakses semua orang. Negara harus memandang pendidikan sebagai investasi jangka panjang.

Komentar