Swara.id | Palembang ~ Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Provinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2023 kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Rabu (2/07/25).
Perkara dengan nomor 26/Pid.Sus-TPK/2025/PN Plg itu menghadirkan empat saksi: Regina Ariyanti dari Bappeda Sumsel, serta tiga rekanan proyek, yakni Ipan Herdiansyah, M. Ali Apan, dan Budi Santoso.
Sorotan utama tertuju pada kesaksian Budi Santoso, Wakil Direktur CV Raza Jaya Cipta. Ia menyatakan bahwa Direktur Utama perusahaan tersebut, Ari Gunarto, tidak pernah hadir dalam tahapan pelelangan, kontrak, maupun penagihan proyek. Keterangan ini menjadi perhatian jaksa penuntut umum (JPU), mengingat dokumen-dokumen penting dalam proyek justru ditandatangani atas nama Ari Gunarto.
Kesaksian Ipan Herdiansyah juga menuai kontroversi. Dalam keterangan awal, Ipan mengaku tidak mengenal terdakwa Apriansyah dan menyebut tidak ada pertemuan di rumah makan Bakso Kartel.
Namun, setelah didalami JPU, Ipan kemudian menyebut Apriansyah hadir dalam pertemuan tersebut dan terlibat dalam pembicaraan terkait komitmen fee proyek.
Pernyataan itu langsung dibantah oleh Apriansyah. Ia menyebut tidak pernah hadir dalam pertemuan di Bakso Kartel dan menyatakan namanya muncul tanpa dasar. Klaim ini juga bertentangan dengan kesaksian Erwan Hadi dalam sidang sebelumnya pada 25 Juni 2025, yang menyatakan bahwa Apriansyah tidak berada di lokasi dan belum dikenal pada waktu itu.
“Saya tidak pernah hadir di pertemuan itu. Nama saya disebut, tapi saya tidak ada di sana,” kata Apriansyah di hadapan majelis.
Pernyataan yang saling bertentangan itu memancing komentar dari Ketua Majelis Hakim, Fauzi Isra.
“Ah, ini ada yang siluman ini. Terdakwa bilang tidak ada, kamu bilang ada,” ujarnya, menyoroti kejanggalan dalam keterangan para saksi.
Kesaksian lain datang dari M. Ali Apan, yang mengaku bahwa proyek yang ia tangani terhambat akibat kerusakan jalan dan cuaca buruk, sehingga material sulit masuk ke lokasi pekerjaan. Namun, Apriansyah memberikan penjelasan berbeda. Menurutnya, proyek macet karena rekanan kehabisan dana setelah pencairan termin pertama, meski dua kali diberikan perpanjangan waktu.
“Uang sudah cair, tapi pekerjaan tidak jalan. Saya tidak tahu siapa yang membawa lari uang itu, karena yang mengelola adalah PPK. Saya justru meminta agar kontrak diputus, namun PPK malah mengusulkan menaikkan bobot pekerjaan dan menunjukkan kwitansi yang patut diragukan,” ujar Apriansyah.
Ia menambahkan, seluruh proses administrasi proyek, termasuk perhitungan bobot dan penandatanganan dokumen, dikendalikan penuh oleh PPK. Pernyataan ini selaras dengan pengakuan Ali Apan.
Ipan juga menyebut dirinya sempat hadir dalam pertemuan di rumah Apriansyah. Namun kesaksian itu dibantah oleh terdakwa yang menyatakan bahwa Ipan hanya menunggu di luar dan tidak mengetahui isi pembicaraan. Dalam pertemuan tersebut, menurut Apriansyah, hanya ada dirinya, Ari, Rio, dan Erwan Hadi, tanpa ada pembahasan soal fee.
“Dia tidak pernah masuk rumah. Pembicaraan hanya seputar perkenalan, tidak ada urusan komitmen proyek,” katanya.
Hakim Fauzi kembali mengkonfirmasi kesaksian Ipan terkait kehadiran Apriansyah di Bakso Kartel dan rumahnya. Ipan akhirnya mengakui hanya berada di luar rumah dan tidak jelas mendengar isi pembicaraan di dalam.
Di luar sidang, kuasa hukum Apriansyah, Wulan Febriana Putri, SH., MH., CLA., CMC, menyoroti keterangan saksi Budi Santoso yang mengaku menandatangani dokumen karena direktur utama tidak pernah hadir. Menurut Wulan, hal ini membuka dugaan pemalsuan tanda tangan dalam administrasi proyek.
“Kalau yang tandatangan ternyata bukan Ari Gunarto, maka patut diduga ada manipulasi. Ini harus menjadi perhatian JPU dan majelis hakim,” ujar Wulan.
Ia juga menjelaskan bahwa pengembalian dana ke kas negara sebagaimana tercatat dalam LHP BPK, dilakukan oleh PPK atas desakan kliennya. Sebab, PPK telah mencairkan termin pertama dengan menyatakan bobot pekerjaan lebih dari 75 persen dan menandatangani surat pertanggungjawaban mutlak.
Terkait penyelesaian fisik proyek, Wulan menegaskan bahwa bangunan telah rampung 100 persen dan dikerjakan dalam bulan yang sama meskipun di tahun berbeda. Ia meragukan alasan teknis cuaca sebagai penghambat pekerjaan.
“Cuaca tidak berubah signifikan dari tahun ke tahun. Ini soal niat mau diselesaikan atau tidak,” katanya.
Lebih lanjut, Wulan menilai bahwa dari keseluruhan kesaksian yang dihadirkan, tidak satu pun yang bisa membuktikan secara langsung bahwa Apriansyah terlibat dalam pengaturan tender atau penerimaan fee.
“Tidak ada saksi yang mendengar, melihat, atau menyaksikan langsung keterlibatan klien kami,” ujar dia.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dari pihak JPU. Persidangan kini memasuki fase pembuktian yang semakin kompleks, dengan munculnya kesaksian yang saling bertentangan dan dugaan pelanggaran administratif dalam proses pengadaan proyek pokir.
Komentar