SWARAID, PALEMBANG: Perusahaan ternama dari sebuah anak perusahaan yang tergabung dalam Astra Group, Astra Credit Company (ACC) ternyata masih memperaktekkan tindakan ilegal dan melawan hukum melalui perampasan kendaraan di jalanan, tanpa melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan jasa pihak ketiga yang sering disebut sebagai Matel atau mata elang.
Baru-baru ini salah satu korbannya adalah pemegang kendaraan Nopol B 1805 GKL yang tengah belanja di Palembang Square 28 Mei 2023.
Melalui modus menutup jalan keluar kendaraan yang sedang parkir, sekelompok pemuda tiba-tiba menyergap dan menunjukkan surat yang baru saja dicetak untuk kemudian membawa kendaraan tersebut ke Kantor ACC Palembang di Jalan Veteran, Palembang.
Ujung-ujungnya, kendaraan tersebut dikandangi lalu disimpan di sebuah tempat yang dirahasiakan hingga saat ini setelah berbulan-bulan tidak ada kejelasan dan solusi atas perampasan mobil.
“Tindakan ini jelas-jelas sebuah praktek perampasan, apapun alasannya,” kata AE yang juga pimred di sejumlah media, Senin (21/8/2023).
Melalui pengacara Sutiyono SH, MH, MM pihaknya telah melayangkan somasi yang ketiga untuk mencari solusi atas tindakan melawan hukum tersebut. Sutiyono mengatakan bahwa ACC jelas-jelas melangkahi hukum di NKRI dan merasa kuat dan apabila tidak direspons dengan baik pihaknya akan membawa masalah ini ke ranah hukum.
Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan awak media, kendaraan tersebut berasal dari seseorang yang bernama Margawi beralamat di Tanjung Anum, Tengerang. Kendaraan ini dibeli melalui cicilan dan telah dibayarkan sebanyak 18 kali dengan angsuran lebih kurang Rp 3 juta per bulan.
Tentu saja kendaraan yang dibeli dengan cara kredit dilindungi dengan asuransi kehilangan. Pada bulan ke-18, atau pada bulan Mei 2016 kendaraan dinyatakan hilang dan pemilik kendaraan tidak mau meneruskan kreditnya. Sudah barang tentu kendaraan yang hilang dalam masa kredit akan mendapatkan ganti dari perusahaan asuransi.
ACC Palembang Melawan Hukum
Dari hasil penelaahan di lapangan, dikatakan AE bahwa kejadian perampasan mobil tersebut sangat mengagetkan dirinya. Akibat dari perampasan tersebut dirinya merasa dirugikan karena kendaraan tersebut dibeli dari seseorang yang mengaku anggota kepolisian di wilayah Polda Lampung yang telah menerima uang tersebut sebesar Rp 61 juta rupiah. Uang diserahkan secara tunai di rumah Is (50) yang tinggal di Baturaja disaksikan Suh (41). Menurut Is, kendaraan ini berasal dari Hsn, oknum polisi di Liwa, Lampung Barat dan tidak ada masalah hukum alias bukan hasil kejahatan.
Menurut dugaan, perampasan mobil tersebut adalah kerjasama “mafia” mobil leasing yang dijalankan oleh oknum polisi, oknum pegawai asuransi dan oknum mata elang.
Bagaimana tidak, petugas mata elang mendapatkan uang jasa cukup menggiurkan apabila bisa mengembalikan kendaraan yang dinyatakan hilang dari tangan konsumen.
Pihak ACC Palembang sejauh ini menutup mata atas praktek mafia ini demi kepentingan perusahaan termasuk dengan menggunakan jasa matel yang telah viral dan dilarang serta menjadi perhatian jajaran Polda di seluruh Indonesia.
Menurut sumber yang enggan disebutkan namanya, ACC Palembang dapat membantu korban penitupan kendaraan yang dinyatakan hilang melalui proses lelang. Namun sayangnya, jadwal lelang dan penyelesaian oleh konsumen ini tidak transparan. Pihak ACC juga melalui pihak internal telah membuat surat pernyataan bawah tangan bagi pemilik kendaraan yang tidak ditemukan lagi alamatnya atau tidak bisa dihubungi.
Pihak Pimpinan ACC Palembang yang beberapa kali dihubungi sejauh ini tidak berani memberikan keterangan apapun. Melalui bagian legal bernama Harits, SH, mengatakan pihaknya merasa tidak bersalah dan menyatakan pihaknya hanya menajalankan apa yang diminta ACC Jakarta. Kendati demikian, pihaknya akan menyampaikan somasi tersebut dan akan merespon keluhan yang terjadi di wilayah hukum Polda Sumsel ini.
Sementara ACC Jakarta melalui Yoga Pulungan mengatakan pihaknya sudah ada prosedur dan tidak ada kebijaksanaan apapun terkait kendaraan yang dinyatakan hilang. “Sampai kapanpun kendaraan yang hilang akan tetap kami cari walaupun sudah diklaim asuransinya,” katanya.
Langgar Hukum
Sebagai informasi, praktek matel sudah dilarang keras oleh pihak kepolisian melalui himbauan yang tersebar luas di media digital. Dalam himbauan tersebut Kapolda se Indonesia mengirimkan perintah kepada seluruh Kanit Reserse dan jajaran, agar melaksanakan giat operasi premanisme dengan sasaran utama adalah, Debt Collector atau mata elang.
Pelaksanaan tersebut perlu dilakukan Penertiban, Pendataan, dan Penindakan Hukum dengan arahan sbb :
Bila ditemukan ada nya Debt Collector/mata elang segera amankan, geledah badan, bila ditemukan sajam segera Proses, bila tidak Panggil Pihak Leasingnya dan lakukan penghimbauan.
Lakukan Pendataan terhadap lemnbaga pembayaan (LP) yg melibatkan Debt Collector dan jadikan atensi penanganan, tangkap, tahan, jo kan 55 56, kepada pihak yang menyuruh, baik perseorangan atau leasing.
Laporkan kegiatan Debt Collektor setiap hari ke Polres atau ke Polsek setempat
Sementara itu himbauan pengadilan dan Bank Indonesia senada melarang kegiatan mata elang ini. “Kalo ada Debt Collector hendaklah masyarakat gerebeg tangkap (catatan: serahkan ke polisi / Polres atau Polsek setempat). Karena mereka tidak ubahnya seperti para begal terang-terangan.
Bank Indonesia dalam Surat Edaran BI No. 15/40/DKMP tanggal 23 Sep 2013 mengatur bahwa syarat uang muka/DP Kendaraan Bermotor melalui Bank minimal adalah 25% utk roda 2 dan 30% untuk Kendaraan roda 3 atau lebih untuk tujuan nonproduktif serta 20% utk roda 3 atau lebih untuk keperluan produktif.
Kementerian Keuangan juga telah mengeluarkan Peraturan yg melarang Leasing atau Perusahaan pembiayaan untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak kredit kendaraan.
Hal itu tertuang dlm Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/ 2012 tentang pendaftaran Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yg dikeluarkan Tanggal 7 Oktober 2012.
Menurut Undang² No 42 Tahun 1999, Fidusia adalah suatu proses mengalihkan hak milik atas suatu benda dengan dasar kepercayaan, tapi benda tersebut masih dalam penguasaan pihak yang mengalihkan
Leasing tdk bisa serta merta menarik Kendaraan yg gagal bayar karena dengan perjanjian Fidusia, alur yang seharusnya terjadi adalah pihak leasing melaporkan ke pengadilan.
Pengadilanlah yang akan mengeluarkan surat keputusan untuk menyita kendaraan yang kemudian akan dilelang oleh Pengadilan dan uang hasil Penjualan Kendaraan melalui lelang tersebut akan digunakan untuk membayar utang kredit ke Perusahaan Leasing, lalu uang sisanya akan diberikan kepada konsumen.
Namun prakteknya tidak demikian, mobil ditarik oleh matel kemudian dilelang melalui anak perusahaan dengan harga selangit bahkan melampaui harga pasar.
Jika kendaraan anda akan ditarik Leasing, mintalah surat Perjanjian Fidusia dan sebelum ada surat Fidusia tersebut jangan bolehkan penagih membawa kendaraan anda.
Karena jika mereka membawa sepucuk surat Fidusia (yang ternyata adalah PALSU) silakan anda bawa ke Hukum, pihak Leasing akan didenda minimal Rp 1,5 miliar.
Komentar